Home / Politik dan Pemerintahan

Senin, 13 Februari 2023 - 19:50 WIB

KOLABORASI GURU DAN ORANG TUA DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA ERA DIGITAL

Penulis : Erma Suryani,M.Pd – Dosen Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Samawa

Sumbawa Besar (Sumbawasatu.com)-

Persoalan karakter terjadi hampir pada setiap elemen yang ada, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat umum, bahkan para pejabat yang merupakan wakil rakyat di pemerintahan. Persoalan karakter yang nampak pada buruknya tingkah laku warga negara yang terlihat dari pemberitaan yang ada di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik. Hampir setiap hari, seakan tiada henti media massa memberitakan tentang kejahatan yang dilakukan oleh warga negara, baik kejahatan biasa maupun kejahatan yang luar biasa yang sebenarnya sudah sangat sulit untuk ditoleransi.

Realitas dan fenomena yang ada pada saat sekarang adalah bangsa Indonesia mengalami penurunan nilai moral seperti konflik, kekerasan, pelecehan seksual, budaya berbohong, kenakalan remaja, dan korupsi. Hal tersebut bisa menyebabkan hancurnya sebuah negara. Lickona (1992) menyatakan bahwa terdapat sepuluh tanda perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu bangsa, yaitu: (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja; (2) ketidakjujuran yang membudaya; (3) semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orang tua, guru, dan figur pemimpin; (4) pengaruh peer group terhadap tindakan kekerasan; (5) meningkatnya kecurigaan dan kebencian; (6) penggunaan bahasa yang memburuk; (7) penurunan etos kerja; (8) menurunnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara; (9) meningginya perilaku merusak diri; dan (10) semakin kaburnya pedoman moral.

Krisis moral di Kabupaten Sumbawapun kerap terjadi pada dunia pendidikan seperti kekerasan antar pelajar, pelanggaran lalu lintas, narkoba dikalangan peserta didik. Tugas mengembangkan pendidikan karakter pada anak hendaknya menjadi tugas utama bagi pendidik dilingkungan formal dan orang tua pada lingkungan keluarga dengan dilakukan secara bersama-sama bertujuan untuk mewujudkan pelajar pancasila.

Isu pendidikan karakter terkait dengan fenomena global. Di era Digital, globalisasi akan terus berjalan, dan tak seorangpun dapat menghentikannya. Suka atau tidak suka, tiaptiap bangsa, tiap-tiap negara yang “bergaul dengan” dan tidak mengisolasikan diri dari peradaban dunia abad ini pasti berhadapan dengan globalisasi yang difasilitasi oleh teknologi digital. Kalimat yang cukup arif adalah bagaimana mengendalikan globalisasi itu sehingga globalisasi sedapat mungkin dapat mendatangkan keuntungan dan kekayaan masa depan (future wealth), bukan kerugian-kerugian. Persoalan besar di pendidikan era digital bagi orang tua maupun guru di era globalisasi ini seperti sekarang ini adalah persoalan siapa yang mendidikan anak bertangung jawab penuh dalam tangung jawab atas pendidkan anak saat ini. Orang tua adalah guru moral pertama anak-anak yang memberi pengaruh paling yang paling dapat bertahan lama lama: karena anak-anak berganti guru di setiap tahunya akan tetapi mereka memiliki satu orang tua sepanjang masa pertembuhan. Era digital dapat memberikan berbagai jawaban dan kebutuhan manusia kecuali kasih sayang dalam sentuhan fisik. Sentuhan fisik akan membantu anak menumbuhkan suatu konsep diri yang positif, humanis dan menghargai diri sendiri serta orang lain.

BACA JUGA  Ketua KONI Optimis Sumbawa Jadi Venue Lima Cabor di PON 2028

Guru harus mampu untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Peran guru dalam pembelajaran era digital ada tujuh yakni: (a) guru sebagai sumber belajar; peran guru sebagai sumber belajar berkaitan dengan kemampuan guru dalam menguasai materi pelajaran. (b) guru sebagai fasilitator; peran guru sebagai fasilitator dalam memberikan pelayanan kepada siswa untuk dapat memudahkan siswa menerima materi pelajaran. (c) guru sebagai pengelola; dalam proses pembelajaran, guru berperan untuk memegang kendali penuh atas iklim dalam suasana pembelajaran; (d) guru sebagai demonstrator; berperan sebagai demonstrator maksudnya disini bukanlah turun ke jalan untuk berdemo. Guru itu sebagai sosok yang berperan untuk menunjukkan sikap-sikap yang akan menginspirasi siswa untuk melakukan hal yang sama, bahkan lebih baik; (e) guru sebagai pembimbing; perannya sebagai seorang pembimbing, guru diminta untuk dapat mengarahkan kepada siswa untuk menjadi seperti yang diinginkannya; (f) guru sebagai motivator; proses pembelajaran akan berhasil jika siswa memiliki motivasi didalam dirinya; (g) guru sebagai elevator; guru haruslah mengevaluasi semua hasil yang telah dilakukan selama proses pembelajaran (Juliani & Bastian, 2021).

Salah satu wujud dari peran guru dalam mewujudkan pendidikan karakter anak terdapat pada nagian visi guru dan tanggung jawab moral guru dalam membangun konsep diri siswa, misalnya tentang moralitas dan keanekaragaman etnik (Latif, 2020). Hal ini dapat diberikan melalui persentasi norma-norma sosial dan hal-hal yang dilarang, baik secara langsung melalui aspek-aspek pendidikan yang diajarkan, atau secara tidak langsung melalui contoh-contoh penerapan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat serta tingginya tingkat keambiguan dalam teknologi memberi peluang terjadinya berbagai masalah, misalnya cara interaksi sosial yang tindakan maupun pada tingkah laku yang menyimpang. Salah satu sebab adalah peningkatan isolasi bagi mereka yang berinteraksi secara berlebihan pada internet dan sebagai konsekuensinya dapat menurunkan interaksi antar individu. Lebih lanjut, kemungkinan konsekuensi negatif mengenai ketertutupan dan pemisahan diri yang diakibatkan oleh akses global, mengakibatkan melemahnya norma-norma sosial. Hal-hal selebihnya harus didiskusikan atau setidaknya disadari yaitu kondisi dalam dunia pendidikan dimana interaksi banyak berpusat pada teknologi informasi dan komunikasi;

BACA JUGA  Warga Labuhan Ijuk Sanggup Menangkan Rafiq - Sahril Jadi Bupati dan Wakil Bupati Sumbawa

Peran penting yang snagat dibutuhkan dalam penanaman karakter pendidikan pada anak adalah orang tua. Orang tua adalah guru yang pertama yang mampu memberikan kasih sayang, keteladan, kebiasaan dalam memberikan dorongan kepada anak supaya anak tetap rajin belajar walaupun dengan sarana belajar yang kurang memadai. Salah satu ciri peserta didik yang memiliki motivasi belajar tinggi adalah selalu memperhatikan dengan antusias yaitu tidak pernah berbuat yang bisa mengganggu kegiatan belajar.

Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk memperhatikan anak-anaknya, kurangnya perhatian dari orang tua memungkinkan anak berbuat semaunya sendiri tanpa memikirkan dampak yang alami nanti. Pengawasan dari orang tua dan pendidik sangat diperlukan agar peserta didik dapat memilih dan memiliki teman bergaul yang baik. Oleh karena itu, pola asuh orang tua yang tepat diharapkan dapat membentuk karakter anak sehingga anak memiliki karakter mental yang kokoh, yang senantiasa menjadikan nilai-nilai sebagai pegangan dan prinsip hidup, tidak hanya sekedar tahu tapi juga mampu untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu pola asuh yang demokratis, bukan pola asuh permisif yang serba membolehkan ataupun pola asuh yang terlalu otoriter yang membatasi anak. Berbagai aspek, baik pihak keluarga, sekolah, masyarakat dan bangsa (pemerintah) perlu bersinergi dalam upaya mensukseskan pendidikan karakter dan mencerdaskan bangsa.

Di sisi lain, penerapan pendidikan karakter anak pada era digital merupakan upaya yang harus melibatkan semua kepentingan dalam pendidikan, baik pihak keluarga, sekolah, lingkungan sekolah, dan juga masyarakat luas (Kadek et al., 2018). Pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berhasil jika antara lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah membangun kembali kemitraan dan jejaring pendidikan yang kelihatannya mulai terputus antara lingkungan sekolah yaitu guru, lingkungan keluarga, dan masyarakat. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan yang kemudian didukung oleh lingkungan dan kondisi pembelajaran di sekolah yang memperkuat proses pembentukan tersebut. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendidikan karakter di sekolah. Konsep karakter tidak cukup dijadikan sebagai suatu poin dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah, namun harus lebih dari itu, dijalankan dan dipraktekkan.(SS)

Share :

Baca Juga

Politik dan Pemerintahan

Lukmanul Hakim Caleg Golkar Dapil V Siap Perjuangkan Kepentingan Rakyat

Politik dan Pemerintahan

Jika Terpilih, RASA Gulirkan “Si Rasa Kredit Rakyat”, Tanpa Jaminan dan Bunga

Politik dan Pemerintahan

Bertemu Masyarakat Tengkal, Rafiq Siap Menjadi Bapak Angkat Pedagang Asongan

Politik dan Pemerintahan

Menko PMK Sebut Sumbawa Potensial Dijadikan Tujuan Wisata Global

Politik dan Pemerintahan

Bupati Sumbawa Tetapkan Tiga Sekolah Adiwiyata Tingkat Kabupaten

Politik dan Pemerintahan

Bawaslu Sumbawa Imbau Parpol Kampanye Sesuai Jadwal

Politik dan Pemerintahan

Bagian Segitiga Emas, Ai Baru Masuk dalam Rencana Pengembangan Pariwisata RASA

Politik dan Pemerintahan

Menko PMK Apresiasi Upaya Penanganan Stunting Pemda Sumbawa
error: Content is protected !!