Vietnam (Sumbawasatu.com)-
Madhu Duniya merupakan event empat tahun sekali, terdiri dari para produsen,
ilmuan, pelaku sektor swasta, mitram pemerintah, pendukung, dan peminat madu hutan di Asia. Yang khusus berfokus pada madu hutan Asia Selatan dan Tenggara. Madhu Duniya pertama kali dilaksanakan di India, kemudian di Ujung Kulon Indonesia, Camboja dan sekarang di Vietnam.
Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS) adalah salah satu anggota Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI) merupakan bagian dari jaringan madu hutan Asia. Dan setiap event ini, perwakilan JMHS selalu hadir. Madhu Duniya ke 5 tahun 2023 di Vietnam ini dihadiri oleh Kristi Juswati, anak dari petani madu hutan dari Desa Batudulang Sumbawa.
Acara pertama yang dilaksanakan pada Senin, 6 November 2023 di Ramana Saigon Hotel, Ho Chi Minh City and U Minh Ha National Park, Ca Mau Province Vietnam.
Diawali dengan internal program dengan negara kerjasama terdiri dari 11 negara meliputi Philiphins, Laos, Cambodia, Vietnam, India, Malaysia, Thailand, Jerman, Australia, Myanmar dan Indonesia. Dimana setiap negara melakukan presentasi terkait perkembangan madu di setiap negara seperti Indonesia. Presentasi dilakukan oleh direktur JMHI (Jaringan Madu Hutan Indonesia), Hermanto.
Kristi Juswati melaporkan dari Vietnam event ini. Progres perkembangan madu hutan Indonesia dipresentasikan di event ini. Salah satunya dari madu APDS (Asosiasi Periuan Danau Sentarum) yang memiliki sertifikasi izin penggunaan logo “ecolable self declace logo” dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia.
Kemudian brand madu 3 Lebah dari Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS) dari Desa Batudulang, Sumbawa Nusa Tenggara Barat yang mendapat sertifikasi dari “Forest Harvest Collective Mark”. Dengan adanya logo Forest Harvest dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan permintaan terhadap produk madu yang dipasarkan.
Dalam jangka panjang, Madhu Duniya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kapasitas, dan konektivitas para pengumpul madu hutan dan peternak lebah asli di Asia menuju peningkatakan mata pencaharian masyarakat dan manfaat konservasi hutan. Hal ini bertujuan untuk menyediakan tempat pertukaran di antara para pemangku kepentingan rantai nilai, merangsang penelitian dan mendukung jaringan, solidaritas dan kolaborasi.
Event ini juga tersedia sesi panel sains. Sesi pertama para peneliti menyampaikan tentang perubahan
iklim dan populasi lebah. Salah satu narasumber yakni Mr. Eric Guerin (Kamboja) menyampaikan
bagaimana populasi dan perubahan iklim yang terjadi di Kamboja. Mr. Eric merupakan ahli biologi Perancis yang mengkhususkan diri dalam konservasi lebah asli Asia, khususnya lebah madu
raksasa Asia (Apis dorsata).
Berbasis di Kamboja selama 15 tahun terakhir, erick bekerja dengan banyak komunitas pemburu madu di Asia Selatan dan Tenggara dalam praktek pengumpulan madu liar yang lebih berkelanjutan dan meningkatkan nilai madu liar. Erick juga menulis buku tentang peternakan lebah, sebuah teknik yang menyediakan cara memanen madu Apis Dorsata yang lebih aman dan berkelanjutan, sebagai alternatif dari perburuan madu yang berbahaya dan tidak berkelanjutan, ujar Wati panggilan Kristi Juswati.
Lanjut Wati, sesi berikutnya terkait penyerbukan dan analisis serbuk sari yang di sampaikan Katja Bohm
(QSI Jerman) dan diskusi singkat dengan Evert Jan Robbert yang merupakan ahli peternakan lebah
asal Belanda. Robbert juga terlibat dalam analisis serbuk sari madu Apis Dorsata.
Meski tanpa bantuan pemerintah, Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS), tetap eksis hingga ke level internasional. Meski demikian JMHS akan tetap memberikan yang terbaik bagi icon terbaik Sumbawa ini, ujar Muhammad Rakib Ketua JMHS.(R)