Sumbawa Besar (Sumbawasatu.com)-
Komunitas belajar isu pembangunan berkelanjutan Tangga Pengetahuan hadirkan Pembicara dari Non Governmental Organization (NGO) Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (KONSEPSI) NTB, Rizwan Rizkiandi, bicara Isu kebencanaan dan perubahan iklim.
Menggandeng Himpunan Mahasiswa Sosiologi Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) Rabu, (24/05/2024), Diskusi Publik Vol. 3 ini mengangkat tema “Peran NGO Mendukung Pembangunan Daerah untuk Kebencanaan dan Perubahan Iklim”.
Dalam pemaparannya, Rizwan menyebut NGO punya peran penting dalam memberikan bantuan teknis, pelatihan, mengadakan penelitian, monitoring, evaluasi, hingga advokasi dengan dan untuk masyarakat miskin. Keberadaan organisasi ini bahkan mampu menyumbang pikiran terhadap regulasi yang dibuat Pemerintah.
“Misalnya di Lombok Timur, kami mendorong adanya Perbub terkait adaptasi menghadapi perubahan iklim. Hal serupa juga kami lakukan di level provinsi,” tutur Rizwan
Isu iklim dan kebencanaan merupakan satu di antara konsentrasi besar NGO. Sehingga skema kolaborasi itu dianggap perlu dikembangkan.
“Di NGO KONSEPSI sendiri, kolaborasi dengan perguruan tinggi juga mulai dilakukan. Misalnya pengembangan studi ilmiah terkait perubahan iklim dan kebencanaan dengan beberapa universitas di NTB. Ini juga menjadi bagian dari upaya, agar isu tersebut diprioritaskan di ruang perkuliahan,” jelas Rizwan.
Di sisi yang berbeda NGO dan universitas juga dapat bekerjasama di Program Pengabdian Masyarakat atau Kapasitas Building.
Sebelumnya, pada giat yang di moderatori oleh Sosiolog Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), Fahrunnisa itu, pemantik diskusi dari Tangga Pengetahuan, Galan Rezki Waskita membuka dengan mengangkat perspektif media terhadap isu iklim dan kebencanaan.
Kata Galan, media di NTB belum terkonsentrasi pada isu lingkungan dan perubahan iklim. Penjabaran ini dilihat dari trend pemberitaan yang masih sangat minim. Disamping itu, atensi masyarakat secara umum juga belum tampak terhadap persolan ini. Pasalnya, isu iklim dan kebencanaan akan berbanding lurus dengan dengan isu ekonomi masyarakat.
Menurutnya, kalau bertolak dari kewajiban media, ini menjadi isu yang wajib diangkat secara sustainable. Meski demikian, Galan menyebut media di NTB tidak tertutup terhadap isu iklim dan kebencanaan.
“Ya kita tau, ini akan menjadi isu yang sensitif dan dilematis untuk di sentuh. Karena mau ndak mau kita bicara iklim dan kebencanaan khususnya di Sumbawa ini, kita akan bersoal tentang lahan jagung yang membabat hutan kita,” kata Galan.
“Sebenarnya penting memunculkan ide baru terkait sumber mata pencaharian dengan tanpa merusak lingkungan,” tambahnya.
Diskusi publik ini berakhir dengan kesimpulan; isu iklim dan kebencanaan khususnya di Sumbawa adalah tanggung jawab semua pihak. NGO telah bergerak sesuai dengan kapasitas dan porsinya di banyak lini. Mahasiswa memiliki kesempatan untuk andil dalam pemberdayaan masyarakat dan lingkungan.
Mereka bisa memanfaatkan program keorganisasian. Mereka juga bisa memasifkan pengangkatan isu iklim dan kebencanaan melalui media sosial. Langkah demikian dapat menjadi pemantik kesadaran dan gerakan peduli lingkungan bagi seluruh masyarakat.(Gnr)